Minggu, 28 Desember 2014

Derita Si Gigi Bontot



Lebih baik sakit hati daripada sakit gigi ini,,,uwo uwo uwo….!!! ups kebalik ya?
Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati ini..
Lirik lagu yang paling engga enak nih, pilihan kok ya sama-sama sakit?
Sumpah demi apapun (mi tek tek, mi ayam, mi goreng, mi baso) sakit gigi ataupun sakit hati sama nggak enaknya guys!
Sama-sama gak bisa makan enak. Bedanya kalo sakit hati membuat kita kehilangan nafsu makan sedangkan sakit gigi membuat kita gak bisa ngunyah makanan. Bingung ya? Saya juga! Yah pokoknya gitu deh!
Kali ini saya akan berbagi pengalaman yang nggak jauh-jauh dari perkara sakit gigi khususnya sakit gigi karena tumbuhnya si gigi paling bontot alias gigi bungsu atau sering disebut wisdom  teeth.
Awal kisah dimulai sekitar sebulan yang lalu ketika gigi dan gusi saya terasa cenat-cenut melebihi cenat-cenutnya Smash (korban boyband Indonesia).
Awalnya saya biarkan saja karena beberapa bulan yang lalu juga pernah mengalami hal yang sama dan bisa sembuh dengan sendirinya tapi setelah tiga hari berlalu, setelah beberapa kali minum asam mefenamat rasa sakit bukannya berkurang malah semakin menjadi-jadi. Rasanya campur-campur deh, pusing, cenat-cenut dan yang paling menyiksa adalah kesulitan ketika menelan makanan ditambah lagi bonus gusi yang sedikit membengkak. Rasa sakitpun semakin menjadi-jadi tapi saya juga tidak bisa berbuat apa-apa karena hari itu adalah hari minggu, itu berarti semua praktek dokter gigi TUTUP! Selamat menikmati rasa sakit!

Akhirnya hari senin datang juga. Senin malam saya putuskan untuk ngapelin pak dokter gigi langganan saya dan sampai TKP ternyata sudah berderet antrian super panjang para korban sakit gigi.
Oh no!! saya dapat nomer berapa ini? Bisa nyampe tengah malam baru diperiksa. Saya putuskan untuk putar balik ke dokter gigi yang lain tentunya yang sudah pernah saya dengar reputasinya (dari suami saya). Seperti dokter yang pertama, saya kalah cepat. Puter balik lagi,,, hingga akhirnya saya menemukan praktik dokter gigi yang tidak begitu banyak yang antre periksa, hanya ada empat orang yang ada di ruang tunggu termasuk saya. Satu setengah jam berlalu baru kemudian nama saya dipanggil setelah sebelumnya melakukan registrasi dan cek tekanan darah dengan asisten dokter gigi.
Saatnya masuk ruang periksa! Ketika masuk ruang periksa sedikit terkejut melihat pak dokter yang masih sangat muda, mungkin lebih muda dari saya. Jadi bimbang nih, salah pilih tempat periksa nggak ya? Takutnya saya jadi korban malapraktik lagi.
 Kemudian pak dokter membaca catatan keluhan saya dan sedikit berbasa-basi.
“ yang tumbuh gigi atas atau bawah mbak?”
“bawah dok”
“sakit nggak mbak?”
“ya sakitlah dok, kalau nggak sakit ya saya nggak kesini dok.”
“ya sudah langsung kita lihat saja giginya.”
 Saya kemudian dipersilahkan menduduki kursi periksa berwarna ping dengan hiasan boneka keropi, boneka monkey dan lcd tivi tepat di bagian sudut atas kursi. Buka mulut diotak-atik  sebentar dan selesai.
“giginya nggak kelihatan mbak, harus difoto rongent dulu ini, baru bisa kita lakukan tindakan. Giginya nggak kelihatan, kasus seperti ini biasanya harus dicabut giginya biar nggak sakit lagi. Jadi nanti kita lihat dulu hasil rongentnya seberapa dalam giginya menancap di gusi atau di tulang rahang.
Jadi nanti kita bedah gusinya, kita buka dan kita ambil giginya. Kalau memang giginya masih nancap sedikit di tulang ya kita bor sedikit tulangnya. Nah kalau nancepnya dalem ya kita potong sedikit tulang yang ditempeli gigi itu.”
“Apa???? (lebay) duh ngeri sekali dok, ini berarti dioperasi dok” langsung deh dag dig dug derr.
“santai saja mbak, ini hanya pembedahan kecil kok. Dan udah banyak yang mengalami kayak mbak ini.”
Haduwhh gimana bisa santai? Ngebayangin gusi mau disuntik jarum aja udah lemes, lhah ini malah mau dibor pula tulang rahangnya.
Setelah melakukan konsultasi tindakan dan estimasi dana bedah nantinya akhirnya saya pulang membawa sepucuk surat pengantar rongent panoramic di rumah sakit tempat pak dokter bertugas. Sesampainya di rumah saya langsung browsing mengenai pembedahan gigi bungsu, mencoba menenangkan hati berharap posisi gigi saya nggak parah-parah amat.
Keesokan harinya saya berangkat ke rumah sakit untuk melakukan rontgen panoramic. Ini hasilnya terettt!!!!



Nah, nantinya dua gigi itu yang akan dicabut oleh pak dokter.
Hari eksekusi pun akhirnya akan dilakukan, saya putuskan untuk datang lebih awal di tempat praktek pak dokter gigi dan saya dapat giliran pertama, antara senang dan takut. Beneran deh waktu itu rasanya jantung berdegub kencang keringat dingin secara saya juga paling takut dengan jarum suntik.
 Pak dokter dan asisten sudah siap, hasil rontgen saya berikan kemudian pak dokter memperhatikan sejenak langsung deh eksekusi. Satu setengah jam di ruang bedah, entah berapa kali dokter menyuntikkan obat bius di gusi dan area mulut bagian kiri hingga kemudian pipi dan mulut saya sebelah kiri benar-benar mati rasa. Kemudian? Ya saya nggak tahu mulut saya diapain, saya Cuma berani lihat langit-langit ruang bedah untuk meredam rasa takut. Hanya sesekali pak dokter menanyakan apakah saya kesakitan atau tidak, kemudian seringkali si asisten menyemprotkan semacam cairan yang terasa adem di mulut, suara-suara bor gigi pun terdengar jelas bahkan sampai bau tulang terbakar tercium dengan jelas kalau orang jawa bilang bau ‘sangit’.
Well done! Selesai! Bercak-bercak darah yang masih menempel di sekitar mulut, saya bersihkan dibantu oleh dokter dan si asisten.

“gimana mbak? Cepet kan? Gigi bungsu dan akar giginya sudah saya ambil, tadi tulang rahangnya saya bor sedikit karena akar gigi bungsunya sedikit menempel, jadi mungkin nanti akan agak ngilu. “
 Saya Cuma bisa menggeleng dan menganngguk menjawab pertanyaan dari dokter karena mulut dijejali kasa untuk menyumbat perdarahan di gusi.
“tadi lubang di gusi mbak cukup lebar jadi saya memberikan dua jahitan sehingga nanti mbak seminggu lagi datang untuk melakukan Kontrol dan pengambilan benang, biar rapi lagi gusinya.” Lanjut pak dokter, kemudian setelah itu saya diberi obat pereda rasa sakit dan antibiotik. Dan saya pun langsung pulang, ingin segera minum obat takut semakin kesakitan lagi. Saking semangatnya saya mengabaikan pesan dokter kalau saya harus minum obat lima belas menit setelah makan. Waktu itu saya nggak pakai makan, langsung deh minum obat.
Diluar perkiraan saya hampir dua jam setelah pencabutan gigi bius baru mulai hilang. Bibir yang mulanya terasa hilang separuh kini telah kembali. Bersamaan itu pula efek obat yang saya minum hanya bekerja beberapa jam saja. Setelah itu?? Sensasinya luar biasa, gusi membengkak, nyut-nyutan luarrrr biasa, pusing luar biasa, dan lapar luar biasa karena kecerobohan saya. Kalau sudah bengkak dan nyut-nyutan begini mana bisa makan? Buat gerak aja sakit minta ampun.! Wal hasil semalaman saya tidak tidur karena saya sibuk mengompres pipi yang membengkan dengan es batu.
Keesokan harinya gusi semakin membengkak kira-kira sebesar telur ayam kampung, setiap kali efek obat mulai hilang, nyut-nyutan kembali terjadi. Selain itu juga mulut mulai kehilangan fungsinya, mangap susah, ngomong susah, ngunyah makanan apalagi. Yah mau tidak mau saya Cuma bisa makan makanan lembek dengan kapasitas mangap selebar dua centi. Padahal saya paling benci makan-makanan lembek apalagi bubur. Jadi mikir ‘terkadang sesuatu yang kita benci menjadi penolong kita tatkala kita sengsara”.
Lima hari berlalu dan pipi masih bengkak, meski mulai berkurang. Ibu saya jadi parno, gara-gara ada tetangga yang penasaran dengan keadaan saya dan bercerita pada ibu saya bahwa kenalannya ada yang melakukan bedah gigi seperti saya dan terjadi malapraktik sehingga si korban harus di rawat di rumah sakit. Paranoidlah ibu saya, saya sebenarnya juga takut, tapi berdasarkan apa yang sudah saya baca, hal seperti ini umum terjadi pada pasien bedah gigi bungsu.
Finally, hari kontrol ke dokter gigi datang juga, saatnya nyabut jaitan dan ngecek keadaan gusi saya. Bayangan rasa sakit dan darah di mulut lagi-lagi membuat saya merasa takut, ngga kebayang deh betapa sakitnya nanti.
Di tempat praktik dokter gigi saya complain pada pak dokter, kenapa gusi saya masih bengkak padahal sudah tujuh hari berlalu sedangkan kata pak dokter waktu itu penyembuhan kurang lebih lima sampai tujuh hari. setelah diperiksa ternyata gusi saya dan jahitannya baik-baik saja dan benang siap untuk diambil, kata pak dokter bengkak yang belum mengempis seratus persen karena efek pengeboran di tulang. Beberapa menit kemudian crut crut cairan dari selang kecil disemprotkan benang digunting dan ditarik, terasa sekali ketika ditarik tapi tidak begitu sakit. Selesai! Benar-benar selesai.  Saya diberi multivitamin agar penyembuhan bisa lebih cepat. Tiga hari berikutnya mulut dan gigi saya bisa normal kembali, bahagia sekali rasanya. Tentunya ibu saya yang lebih bahagia karena saya tidak terkena komplikasi apapun setelah melakukan pencabutan gigi bungsu ini. Alhamdulillah,,
Nih penampakan gigi bontot yang sensasional itu..


Anyway kasihan juga si gigi bungsu ini, baru juga nampak ujung giginya belum menjalankan fungsinya dengan baik dan benar eh,,,harus dicopot jabatannya. hihihi. ya sudahlah, akhirnya saya harus mengucapkan
"Gigi bungsu?? Bbbbbye!!"


Selasa, 15 Juli 2014

Jangan pinjam Selimut tetangga!





Beberapa waktu yang lalu sempat ada film televisi yang dibintangi ust.Riza Muhammad bersama sang istri (saya lupa siapa namanya). Ceritanya sih biasa saja tapi soundtracknya yang luar biasa, Selimut Tetangga judulnya dinyanyikan oleh grupband Repvblik. Kenapa luar biasa? Pertama itu lagu yang seringkali di nyanyikan ibuku yang notabenenya udah nenek-nenek (meski masih muda), apa tidak luar biasa tuh? Sampai ibuku yang sudah tak muda lagi bisa terhipnotis dengan lagu ala anak muda ini. Kedua, ternyata lagu ini juga nangkring di top chart download alias lagu yang sering diunduh di situs-situs musik Indonesia seperti gudanglagu dan stafaband. Ketiga, liriknya ternyata luarrr biasa! Luar biasa membuat saya bingung menerjemahkan maksud si pembuat lagu. Membuat saya menerka-nerka “maksud” dari lirik lagu ini. Khususnya bagian refferennya.

Bagi yang belum tau lirik lagunya, ini dia:

Bersabarlah sayang, aku akan pulang.
Jangan dengarkan gossip murahan tentang aku.
Berjanjilah sayang tuk slalu setia
Meski ku tak slalu disampingmu
Tak usah menangis meratapi aku
Tak perlu kau berfikir ku meninggalkanmu.
Reff:
Mana mungkin selimut tetangga
Hangat di tubuhku dalam kedinginan
Malam-malam panjang setiap tidurku
Selalu kesepian.

Lirik intinya seperti itu, Cuma kalau dalam lagu aslinya lirik di atas di ulang dari atas ke bawah beberapa putaran notasi lagu. Inti dari lirik lagu di atas adalah sebuah penegasan dari seorang lelaki kepada pasangannya bahwa hanya ialah satu-satunya wanita yang selalu ia cintai meskipun jarak memisahkan mereka. Sebuah penegasan bahwa gossip beredar bahwa ia berpaling pada wanita lain itu tidak benar adanya. Just it! Lah terus apa masalahnya?
Sekarang marilah kita berpikir logis dan kritis pada bagian “Mana mungkin selimut tetangga Hangat di tubuhku dalam kedinginan. Malam-malam panjang setiap tidurku Selalu kesepian.” Dalam bagian ini penyair ingin menyatakan bahwa tak ada wanita lain yang mampu menggantikan pasangannya walau kesepian melanda. Tapiiii,,dari syair “Mana mungkin selimut tetangga Hangat di tubuhku dalam kedinginan….” tersebut dapat ditarik dua indikasi. Pertama sang lelaki tidak pernah sekalipun berniat memakai “selimut tetangga” yaitu konotasi dari wanita lain untuk menemani malam-malam ketika tak bersama sang kekasih. Jadi, mau tampak sebegitu tebal dan hangatnya “selimut tetangga”, lelaki ini tak berniat memakainya artinya lelaki ini tak tergoda oleh wanita lain ketika sedang menjalani long distance relationship dengan sang pasangan.
Indikasi kedua ini yang lebih logis “lah kok tau kalau selimut tetangga tak hangat ditubuhnya?” berarti lelaki ini pernah nyoba pakai “selimut tetangga” donk? tapi berhubung ternyata tidak bisa menghangatkan tubuhnya dibalikin lagi deh tuh sama yang empunya. Artinya lelaki tipe kedua ini pernah tergoda oleh iming-iming selimut tetangga sebelah dan sepertinya lelaki semacam ini akan mudah tergoda kalau ternyata ada selimut tetangga yang benar-benar hangat untuknya.
Nah kalau anda juga sedang menjalani LDR dengan seseorang dan tiba-tiba menyenandungkan lagu ini kepada anda kemungkinan pasangan anda tengah berada dalam indikasi satu atau dua dari yang di atas. Jangan ditanyakan jika pasangan anda terindikasi pada jawaban yang kedua karena nantinya akan menyakiti hati anda sendiri terlebih jika anda seorang wanita. Toh apapun indikasinya, tergoda ataupun tidak akhirnya pasangan anda akan kembali memilih anda (jika sesuai lirik lagu).
Malam sudah mulai dingin, siapkan selimut anda sebelum kedinginan. Kalau nggak punya selimut, beli dulu sana! Jangan pinjam selimut tetangga! Kalau selimut tetangga kamu pinjem, terus dia pakai selimut siapa coba? Sadarlah, tetanggamu juga akan kedinginan tanpa selimutnya!

Just it. Just for fun. ^_^

By:rinai hujan


Jumat, 04 Juli 2014

cerpen



Cukup Aku
“ aku ingin menjadi mimpi indah dalam tidurmu.
Aku ingin menjadi sesuatu yang mungkin bisa kau rindu….”
Waktu menunjukkan pukul 20:00 seorang pemuda berperawakan sedang bertubuh kurus bersenandung di depan kos yang sudah ku huni selama dua tahun ini. Itsar nama pemuda itu, orang yang selalu mengaku teman dekat dari salah satu penghuni kos ini, Maeda. Sudah kesekian kalinya Itsar melakukan hal bodoh yang ia sebut dengan cinta. Jika ku hitung-hitung pakai jari sudah tujuh kali Itsar bersenandung cinta di depan kos dan selalu berakhir dengan makian bapak kos sebelah.
Kadang aku heran dengan lelaki satu itu bisa-bisanya bertingkah seperti itu, apa isi kepalanya? Dimana urat malunya? Tujuh kali ‘nembak’ Maeda, selalu berhasil ditolak mentah-mentah bahkan kali ini sebelum ngomong mau ‘nembak’ pun sudah ditolak  Maeda.
“ sar aku tahu apa modus kamu, aku sudah berulang kali ngomong sama kamu baiknya kita tetap berteman saja. Kalau kamu terus seperti ini sama saja kamu mempermalukan dirimu sendiri. Pliss pulang sekarang juga..”
Aku dengar jelas perbincangan mereka dari balik tembok kamar kos ku. Ucapan Maeda pelan tapi ‘nusuk banget’. Tapi herannya Itsar tidak tersinggung sedikitpun, dia langsung pulang sembari berkata “ Maeda, besok berangkat kerja aku jemput!”
Seperti hari-hari sebelumnya setelah aksi penolakan dari Maeda, Itsar pagi-pagi sekali sudah nge-time di depan kos untuk menjemput Maeda. Dan lagi-lagi seperti hari sebelumnya Maeda akan menolak tawaran Itsar untuk berangkat ke kantor bersama. Lalu apa yang dilakukan Itsar? Kalau sudah begitu Itsar hanya bisa mengikuti Maeda dengan vespa 946 kebanggaannya yang sengaja ia kendarai perlahan. Kemudian menemani Maeda menunggu angkot dan setelah itu kembali membuntuti Maeda dari belakang angkot. Biasanya kalau tidak membuntuti dengan cara itu Itsar akan pakai cara kedua yaitu menitipkan motornya di kos kemudian ikut naik angkot bersama Maeda.
Cinta memang bisa membolak balikkan dunia. Yang tadinya pemalu bisa jadi pemberani, yang tadinya pintar jadi bodoh, yang tadinya tak begitu pintar bisa menjadi sangat cerdas gara-gara cinta. Lebih tepatnya cerdas mencari alasan untuk sekedar melihat sang pujaan meski hanya sesaat. Demikian halnya yang terjadi pada Itsar. Setiap hari ia datang ke kos niatnya menjemput eh selalu berakhir dengan penolakan dan masih datang lagi? Setiap malam minggu pun datang dengan berbagai alasan, mulai dari mengantar flashdisk yang ketinggalan di kantor, mengantarkan i-pad yang ketinggalan padahal dia tahu kalau barang-barang itu sengaja ditinggalkan Maeda dikantor dan yang paling parah adalah alasan nganterin tisu wajah yang ada di meja kerja Maeda. Cinta oh cinta.
Suatu ketika aku pernah bertanya pada Maeda kenapa ia selalu bersikap dingin pada Itsar padahal sudah jelas-jelas Itsar sangat mengharapkan Maeda membalas cintanya. “ nunggu dia nembak Sembilan kali baru aku terima” jawab Maeda sembari tertawa terbahak.
Setauku prosesi ‘nembak’ yang dilakukan Itsar sudah yang ke tujuh kali ini. Itu pun tak termasuk peristiwa yang seperti kemarin.
Terkadang aku merasa kasian dengan Itsar harus jungkir balik demi memperjuangkan cintanya. Suatu ketika aku pernah bertanya padanya kenapa dia tak cari wanita lain saja yang lebih dari Maeda.
“wanita yang lebih cantik banyak, yang lebih pandai juga banyak tapi yang sesuai dengan jiwa dan hati kita itu yang susah ditemukan. Lagipula cuma dia satu-satunya wanita yang bisa membuat otakku menjadi tak waras, tak ada yang lain.” Itu jawabnya.
“ya, sampai urat malumu putus kan?” sahutku. Dan dia hanya tertawa.
“begitukah?” tanyanya sambil menertawakan dirinya sendiri.
“Sar, kamu gak sakit hati berulang kali ditolak mentah-mentah Maeda?”
“nggak lah, lebih sakit membayangkan dia duduk di pelaminan bersama orang lain daripada mengingat penolakannya.? Dan aku tidak akan membiarkan itu terjadi.”
“kamu itu terlalu ambisius sar. Kamu nggak bisa ya seperti laki-laki lain, mencintai sekedarnya saja jika cinta diterima ya Alhamdulillah. Kalau ditolak ya sudah berarti kita harus merelakannya untuk orang lain. Lagipula bukankah cinta tak harus memiliki? Bukankah melihat orang yang kita cintai bahagia bersama dengan yang lain juga akan membuat kita bahagia. So, kita nggak perlu se’ngoyo itu sar, nantinya kamu juga yang akan tersakiti sar.”
“ yah inilah cintaku Wi’, bagiku cinta selalu ingin memiliki, apalah arti mencintai jika kita tidak memiliki orang yang kita cinta. Kalau kita bisa membuatnya bahagia bersama kita kenapa harus cukup puas melihat mereka bahagia bersama yang lain dari kejauhan? Kalau kita punya bahu tempat ia bersandar kenapa harus merelakan ia menangis di bahu yang lain. Hanya pecundang sejati yang menyerah begitu saja. Aku akan memperjuangkan cintaku sampai titik darah penghabisan. Selama Maeda belum duduk bersanding dengan pria lain aku takkan berhenti menawarkan hatiku padanya.” Jawaban diplomatis dari seorang pejuang cinta yang semakin membuatku pusing untuk menerjemahkan apa itu cinta yang sebenarnya.
Perbincangan sore itu menjadi perbincangan terakhirku bersama Itsar karena setelah itu Itsar dipindahtugaskan di pulau Natuna untuk kepentingan perluasan jaringan perusahaan kami. Siang hari sebelum Itsar terbang ke pulau kecil itu ia sempat datang ke kost menyambangi Maeda untuk terakhir kalinya sebelum ia pergi. Diberikannya sebuah CD kepada Maeda, tak sampai lima menit Itsar langsung pergi dari kos. Maeda tak lantas membuka kaset berbungkus kertas bergambar daun waru dan berhias pita merah jambu itu. Baru malam hari setelah ku paksa ia untuk membukanya, Maeda berkenan memutar kaset tersebut di computer jinjingnya.
“ah paling juga rekaman video narsis Itsar lagi nyanyi-nyanyi Wi’” ucapnya sembari menyelipkan piringan kaset disket itu.
Ya memang benar sosok Itsar yang muncul dalam video tersebut menyanyikan sepotong lagu andalannya ‘Dealova’. Tapi tak sampai disitu ternyata Itsar menyampaikan pesan dalam video tersebut.
“May..sore ini aku akan pergi meninggalkan kota penuh kenangan ini, kamu pun tahu aku harus pergi ke Natuna demi pekerjaan. Jangan mencariku, esok aku takkan menjemputmu seperti biasa. Jangan merindukanku karena mulai besok takkan ada lagi pemuda bergitar yang bersenandung di depan kostmu. Mungkin setelah ini aku akan sulit menghubungimu karena di sana jaringan selular maupun jaringan internet sama langkanya. Meski begitu cintaku tak kan pernah langka untukmu.
Dua tahun nanti akan menjadi waktu yang sangat panjang untukku. Aku harus melewatinya tanpa tawa ceriamu, tanpa kritikan pedasmu, tanpa penolakan manis darimu. Aku akan sangat merindukanmu.
May untuk kesekian kalinya tak bosan ku katakan bahwa aku sangat mencintaimu dan aku ingin memilikimu.
May aku ingin mengajukan sebuah pertanyaan yang harus kau jawab sebelum aku pergi. May maukah kau menerima cintaku? Atau setidaknya adakah sedikit ruang hatimu yang bisa ku tempati?
Jika cintaku kali ini berbalas datanglah ke bandara sore ini, kau tak perlu bilang apa-apa. cukup kau datang saja aku tlah bisa memastikan apa jawabanmu. Dan akan kupastikan dua tahun mendatang aku akan datang menemuimu dan orangtuamu untuk meminangmu.
Tapi jika jawabanmu seperti hari yang lalu, kau tak perlu datang mengantar kepergianku. Dan ku pastikan aku tak akan mengganggu hari-harimu mendatang dan tak akan memaksamu untuk merasakan besarnya cintaku padamu.
Ku mohon untuk kali ini saja jawablah pertanyaanku sejujurnya. Ku tunggu kau di bandara hingga pukul 16;15.”
Seusai menyaksikan video itu berulang kali ku lihat Maeda memencet tombol-tombol handphonenya sejenak kemudian ia terburu-buru sekali mengambil jaketnya dan berlalu begitu saja. Dua jam berlalu tanpa kabar dari Maeda, membuatku khawatir akan keberadaannya. Hampir jam sepuluh malam belum juga Maeda menginjakkan kakinya di kos, tak biasanya seperti ini. Ku putuskan untuk menelponnnya.
“kamu dimana May?”
“bandara..” jawabnya dari seberang sana, lirih terdengar.
“kamu nggak pulang? Atau mau menginap dimana gitu?”
“aku tak tau harus pulang kemana Wi’, aku lupa arah jalan pulang.”
“jangan kemana-mana, aku jemput sekarang.”
Aku pun langsung bergegas menuju bandara yang hanya butuh waktu tiga puluh menit dari kos kami. Sebenarnya sangat tidak mungkin kalau Maeda lupa arah jalan pulang ke kos, mengingat bandara ini selalu ia lewati setiap kali berangkat ke kantor. Tapi entahlah, mungkin ini yang mereka sebut dengan patah hati, sisi lain dari cinta yang sangat menyeramkan. Patah hati bak virus jahat yang dengan sekejap merusak sistem kebahagiaan yang diproduksi endorphin. Sebegitu ganasnya virus ini sampai bisa membuat manusia jadi limbung, hilang nafsu makan, hilang semangat kerja dan bahkan pikun sesaat.
Sesampainya di bandara terlihat sosok Maeda duduk di lobbi bandara. Saat aku tiba di sana Maeda begitu saja memeluk tubuh ringkihku yang tak lebih tinggi darinya. Isak tangisnya membuat suaranya hilang hingga tak bisa berkata sepatah katapun.
Sepanjang jalan pulang Maeda tak berkata apa-apa, pun aku tak berani bertanya kenapa. Ku lihat dari kaca spionku sesekali ia nampak mengusap air mata yang menetes perlahan di pipinya. Tak pernah ku lihat pemandangan yang semacam ini sebelumnya. Mungkin saat ini ia baru sadar bahwa ia sangat terlambat. Terlambat mengetahui bahwa ia telah jatuh cinta pada seorang lelaki bernama Itsar. Cinta terkadang datang tatkala orang yang kita cinta beranjak pergi dari sisi kehidupan kita.
***
Tiga tahun telah berlalu tak ku dengar lagi kabar tentang keberadaan Itsar sedang Maeda masih berharap Itsar akan datang kembali seperti hari yang lalu. Kabar terakhir yang ku dengar dari teman sekantor Itsar, ia telah pulang dari Natuna setahun yang lalu tapi sayangnya ia telah hijrah juga ke perusahaan telekomunikasi lain. Kalaupun memang Itsar sudah pulang kenapa ia tidak mencari Maeda lagi?  Apa ia benar-benar telah melupakan Maeda? Ataukah dia menemukan pengganti Maeda? Pelbagai pertanyaan terlontar di otakku, mana mungkin seorang lelaki yang kemarin menasbihkan dirinya sebagai pejuang cinta tiba-tiba hari ini lupa ingatan pada apa yang dicintanya?
Sore ini sepulang kerja kutemukan sepucuk surat undangan pernikahan di depan pintu kamar kostku. Dalam sepucuk kertas beraroma wangi itu tertulis jelas nama Itsar dan seorang wanita sebagai sepasang calon pengantin yang akan melangsungkan pernikahan esok lusa. Saat itu juga aku terpikir untuk menyembunyikan undangan itu dari Maeda tapi jika ku sembunyikan sama saja membuat Maeda terus menanti kedatangan Itsar yang telah memutuskan untuk berpindah ke lain hati. Akhirnya ku putuskan untuk menyampaikan undangan ini kepada Maeda dengan  resiko aku akan kembali melihat tangisnya, jawaban atas penantian yang sia-sia.
Keesokan harinya Maeda kekeuh memintaku untuk mengantarnya ke acara akad nikah Itsar. Sebenarnya aku melarang Maeda datang kesana. Aku tak tega melihat Maeda kehilangan cinta yang baru saja ia temukan tiga tahun terakhir ini, membayangkannya saja aku tak tega.
Maeda terus memaksa “mungkin dulu aku tidak sempat membuat ia bahagia Wi’, tapi setidaknya doaku kali ini bisa turut mengantarkannya ke kehidupan baru yang lebih bahagia” dan tak ada pilihan lain selain mengiyakan permintaannya.
Setibanya di tkp (tempat kejadian pernikahan) masih belum banyak tamu yang hadir karena acara sakral ini hanya diperuntukkan keluarga serta teman dekat dari mempelai. Terlihat Itsar tengah duduk bersama seorang mempelai wanita disampingnya menunggu kedatangan pak penghulu duduk membelakangai kami. Saat itu Itsar tidak menyadari kehadiran kami hingga pak penghulu datang dari arah kami yang membuatnya membalikkan badan untuk menyapa lelaki tengah baya itu. Seketika itu juga tak sengaja Itsar melihat Maeda yang duduk disampingku. Untuk pertama kalinya mereka berdua bertatap mata yang tak pernah ku lihat di tahun-tahun yang lalu, hanya dalam hitungan detik bola mata Maeda berkaca-kaca tanpa ia sadari. Itsar pun kembali ke tempat duduknya seolah tak mempedulikan Maeda. Sepertinya hati memang begitu mudah dibolak-balikkan oleh Tuhan. Kemarin Itsar yang menangis karena penolakan Maeda, sekarang berbalik Maeda yang menangisi cinta yang sempat ia acuhkan.
Ijab qabul pun akan segera dimulai. Nampak Pak Penghulu menjabat tangan Itsar, pertanda akad akan segara dilaksanakan. Tapi itsar kembali berdiri, ku lihat Itsar memeluk calon mempelai wanita yang terlihat cantik mengenakan kebaya bernuansa putih suci. Cukup lama mereka berpelukan hingga nampak mereka berdua menitikkan airmata. Prosesi yang sangat mengharukan pikirku. Sejenak kemudian Itsar dan calon istrinya bergandeng tangan menuju arah kami. Itsar dan wanita itu mendatangi Maeda yang duduk disampingku. Tiba-tiba saja itsar berlutut di depan maeda.
“ Maeda maukah kau menikah denganku?” ucap Itsar mengejutkan semua tamu bersamaan dengan itu dibukanya kotak kecil berisi sepasang cincin.
Hah??? Apa-apaan ini? Drama macam apa ini? Pikirku mungkin juga sama isi pikiran seluruh tamu yang ada di ruangan ini.
“Itsar jelaskan padaku apa maksudmu berbuat seperti ini? Ku mohon jangan bertindak bodoh seperti ini! Kalau keberadaanku disini hanya merusak pernikahanmu, aku akan pergi sekarang juga.” Maeda menarik tanganku dan beranjak dari tempat duduknya.
Baru saja kami akan melangkah, calon istri itsar menarik tangan Maeda “Maeda,,,menikahlah dengan Itsar. Dia sering menceritakan semua tentangmu padaku. Dia sangat mencintaimu. Percayalah padaku sebenarnya kami tak saling mencintai. Semua ini hanya pelarian atas luka di hati kami. Aku akan bahagia jika kalian bisa bersama.” Lirih ku dengar suara wanita itu. Sejenak kemudian ditariknya tangan Itsar disandingkan dengan jemari Maeda.
“Maeda, mungkin mulutmu bisa menutupi rasa dihatimu tapi tidak dengan airmatamu. Mata kalian tidak bisa berbohong kalau kalian saling mencintai.” Lanjut wanita itu lagi.
 “Maeda jika semua ini adalah kebodohanku, ku mohon maafkanlah aku. Maafkan aku yang tak pernah bisa membohongi hati kecilku bahwa aku sangat mencintaimu. Aku tak pernah bisa melupakanmu, sedetikpun. Aku bisa tahan bila kau acuhkan aku tapi aku tak bisa jika harus melihatmu menitikkan airmata seperti ini” Ucap Itsar sembari menghapus tetes air mata yang mengalir di pipi Maeda.
“Itsar hentikan semua ini!” disingkirkannya tangan Itsar dari wajahnya. Suasana menjadi hening seketika itu.
“Aku yang seharusnya minta maaf padamu. Maafkan aku yang terlambat mengakui bahwa aku juga mencintaimu. Seharusnya aku yang memohon padamu untuk memaafkan aku dan memohon agar kau mau menaungi hatiku hingga akhir hayatku. Maukah kamu?” Sebuah pengakuan yang menjadi jawaban kegalauan mereka selama ini dan tak perlu ada jawaban lisan dari Itsar, rasanya sebuah peluk hangat dari Itsar lebih dari cukup menjawab kesanggupan yang dipertanyakan Maeda.
Itsar pada akhirnya hanya kamulah satu-satunya lelaki yang bisa membahagiakan Maeda, satu-satunya lelaki yang menjadi tempat bersandar segala letih Maeda. Semoga Tuhan selalu menguatkan cinta kalian berdua. Aku turut bahagia menjadi saksi atas perjalanan cinta kalian. Barakallah..

By: rinai hujan